Tuesday, July 25, 2017

Seorang anak berdiri dengan penuh harap. Dia mendengarkan semua hal yang ada di sekelilingnya. Kemudian menarik napas nya perlahan. Dia terus dan terus berputar mencari dan terus mencari. Tetapi tak kunjung dia dapatkan. Akhirnya dia berkeliling dan berlari dengan seluruh tenaganya. Orang orang di sekitarnya mulai bingung karena tingkahnya yang menarik perhatian.

Seseorang memberanikan diri kemudian bertanya. ”apa yang kau cari nak?” Lantas anak itu menjawab.

”Aku mencari manusia”

“kau berada di kerumunan nya nak”

“tapi kenapa aku tak merasakannya?”


Bau Sepi
Si sepi menghampiri . Menghampiri dengan semangat menemani. Kemudian dia pergi dikala dia merasa tak diperlukan lagi. Aku terlalu mencintai bau sepi ini. Sehingga aku tak ingin dia pergi. Aku menantikan disaat sepi datang lagi, mengampiri. Sendiri, Menyepi. 
Lautan Pendosa 

Runtutan melangkah di dalam satuan waktu sehingga terkadang kaki pun menjadi terdiamKaki ini menjadi terdiam karena terlalu banyak langkah yang harus dijalaniSedangkan kaki ini hanya bisa berjalan sedikit demi sedikit melewati jalan yang belum tentu panjangHanya berharap pada Sang Pencipta hingga langkahku bisa menjadi besar dan tak takut duri yang bertebaran di jalanHingga dunia tak menjadi lautan para pendosa


Aku berbisik pada senja
“Kapan kita bisa berbahagia?
Dia menjawab dengan jingganya

Aku berbisik pada senja
“Kapan kita bisa tersenyum lepas?”
Dia menjawab dengan siluetnya

Aku berbisik pada senja
“Kapan kita bisa berlapang dada?”
Dia menjawab dengan pancaran indahnya

Angin senja sepertinya mengerti apa yang telah dirasa sehingga diam diam dia bergerak memberikan semilirnya
Aliran senja masuk ke dalam manusia menjadi catatan-catatan yang terduga

Aku mencari cerita dalam catatan usang manusia
Ternyata sang Senja menjadi saksi banyak peristiwa
Tempat dimana si muda memperlihatkan semangatnya, si tua melahirkan kebijaksanaanya
Dan senja mendamaikan mereka
Senja tetap sabar menjadi saksi ketika manusia lelah bekerja
Senja tetap sabar karena sering mendengar orang mengumpat di jalan raya
Senja tetap sabar saat menyaksikan manusia lalai
Tetapi senja tetap berharap manusia tak merugi

Maka aku tetap berbisik pada senja secara perlahan
Dia begitu kukuh memperlihatkan keindahannya dan perlahan menari dengan mesra
Dengan jingganya
Dengan siluetnya
Dengan cahayanya

Pantas aku melihat senja begitu dewasa ternyata cerita manusia sudah terekam oleh memorinya
“Mungkin senja bisa menjadi tempat aku berbagi cerita?
Dan Senja tetap terdiam dengan kegagahan nya

Dan demi waktu senja, sesunggnya manusia kerugian”

  • Ciangsana, 26 Oktober 2016


Rindu singgah di hati meberikan perasaan yang membuncah dan meninggalkan rasa sesak yang mendalam
Kemudian aku bertanya, “Kapan kita kan berjaya?”
Mungkin rinduku pada dunia yang tentram dan berkeadilan telah menyeruak
Aku bertanya pada Abu Bakar “Apa yang diberikan oleh Rasulullah hingga kau begitu percaya padanya?”
Aku bertanya pada Zaghanos Pasha “Apa yang dipersembahkan Mehmed padamu hingga kau mau membersamainya?
Konstantinopel saksinya
Dan aku bertanya pada mereka semua tentang apa kita semua?

Aku mengalihkan diri dan bertanya pada mimpi “Apakah kau mau menjabarkan pada dunia sehingga kita semua tersadar atasnya?”
Maka saksikanlah bahwa mimpiku telah kutanam dalam di dasar neraka
Mimpiku kini bukanlah lagi mimpiku
Mimpiku adalah mimpi peradaban

Maka inilah rinduku yang melambung tingga hingga mampu melawan gravitasi
Dan inilah rinduku yang berjalan dengan perlahan menyusuri barisan-barisan manusia
Asa mungkin berjalan diantaranya
Cinta membersamainya
Dan ada pula putus asa

Ya inilah Rinduku
Sehingga aku berjalan menyaksikan realita
Aku melihatnya dia yang tak mampu membaca
Atau tentang mereka yang tetap tersenyum dalam derita

Aku kembali bertanya pada Hatta “Apa yang kau pikirkan dulu tentang Indonesia?”
Hatta dulu kau pernah berkata bahwa Indonesia adalah negara yang mendayung diantara dua karang
Bukan mengarah pada karang Kapitalis
Apalagi mengarah pada karang Komunis
Maka sekarang bagaimana kondisi bangsamu?

Dari dalam jiwa aku berkata
Aku Rindu
Dari kesakitan aku berkata
Aku Rindu

Dan aku ingin berbagi pada kalian semua
Tentang Rindu ku ini
Rindu pada kejayaan
Dan mampu berdiri tanpa ketakutan
Sekali lagi aku berkata inilah Rinduku!


Monday, July 24, 2017

Kulihat aksara itu bernyanyi
Membuat bunyi-bunyi
Aku tau itu bisa jadi hanya ekspektasi
Atau memang terjadi

Aku melihat aksara itu menari
Memperlihatkan keanggunannya
Memperlihatkan bahwa dia mampu berlaku lebih

Aku melihat aksara itu berlari
Menjauh atau mendekat
Aku tak mengerti

Aku melihat perlahan ke dalam diri
Ternyata itu hanyalah representasi dari diri ini
Aksara mengikuti kata hati

Terkadang aksara bisa menjadi teman disaat sepi
Atau tempat aku bisa menghina siapa saja tanpa ada yang tersakiti

Terkadang aksara bisa barisan pedang
Yang digunakan untuk menyerang
Bahkan bisa membunuh banyak orang

Yaa, bagiku aksara adalah aksara
Temanku..

Miqdad Ramadhan
24 Juli 2017, Rawamangun



Aku bertanya pada mereka
Mereka menjawab, “Kami hanyalah alas kaki di negeri kami sendiri.”
Tak terjadi apa-apa
Bumi tetap berotasi
Angin tetap bertiup mencari tempat yang bertekanan rendah
Awan tetap berarak-arak

Gelak tawa tersaji
Tangis menjadi-jadi
Umpatan silih berganti
Kesakitan menghiasi
Jati diri ditutupi
Kasih sayang digadai
Hidup tak berarti

Tetapi semua tetap tak berganti
Karena semua hanya terjadi di dalam bayangan

Simulacra
Semua hanya imitasi
Elit sama dengan rakyat?

Cinta di eksploitasi
Perdamaian slogan mati
Persatuan dijadikan pembelaan diri
Sedang kau telah menjual negeri ini


-Miqdad Ramadhan


Rindu mengikis ambisi
Hingga tak ada yang perlu dihabisi
Di dalam bisikan mimpi yang mengakar jauh di dalam hati
Kemudian berbisik, “Apa yang akan terjadi?”

Tapi tak mengapa, rindu mengikis ambisi
Seolah pertanyaan-pertanyaan hanya berlalu
Tak perlu banyak di tanggapi
Karena rinduku telah membuncah
Hingga hanya perlu berjalan
Kemudian mengikat keteguhan

Dan aku tau, rindu ini menggelora
Membakar habis semua ambisi dunia
Dan alih-alih membekukan cinta kepada yang lainnya
“Mengapa?!”
Tentu saja bisa
Karena ini rindu
Mampu membakar dan membekukan dalam waktu yang sama

Aku, meyakini, ini rindu
Karena aku tak mampu bertahan untuk bertemu
Antara tangis dan pengharapan
Karena kesempatan pertemuan
Tak selalu mendapat ruang.
Karena bisa jadi
Dia yang di rindu
Tak selalu dalam dimensi waktu yang sama

Bisa saja yang dirindu hidup seabad sebelum ada atau lebih
Karena rindu bisa saja ada
Karena ini cerminana atas cinta
Saat dia berkata, “Umatku, umatku, umatku”

Miqdad Ramadhan
Ciangsana, 26 Juli 2017


Sunday, July 23, 2017

Membisu kemudian antara mimpi dan realita
Dia memang yang berkata
Atau aku yang tak berkata

Semua kemudian terbang bersama awan
Menyisakan ketakutan akan masa depan
Lantas esok aku bagaimana?

Kekhawatiran
Ketakutan
Masa depan

Cita-cita
Harapan dunia
Keinginan sementara

Padahal ada Dia
Andai kau memang benar seorang hamba
Maka tak ada lagi kata

“Apa?!”

Miqdad Ramadhan, Rawamangun 23 Juli 2017

Related image