Tuesday, August 19, 2014

Melangkah dalam Keterbatasan

          Ketika kita hidup dalam kenyamanan dan tanpa kesulitan. Dan dunia terasa datar, bahkan hampir semuanya terpenuhi. Tapi kemudian kita beranjak dewasa tanpa kekuatan. Kemudian melangkah dan seringkali bertindak kemunafikan. Bahkan kekhilafan adalah makanan keseharian. Ya Allah begitu lemahkah kami? Sehingga kami terlalu bersantai dan menjadi tak berarti. Hal-hal kecil kemudian kita perdebatkan.

Hati kemana?
Cinta kemana?
Kesabaran kemana?
Ketulusan kemana?
Kejujuran kemana?
Keikhlasan kemana?
Kesabaran kemana?
Kebersihan jiwa kemana?

      Wajah-wajah kami sudah mulai berubah menjadi hitam karena tak mampu lagi menampung kekotoran jiwa. Mungkin kami melangkah di bumi ini? Karena sudah hilang kepantasan itu. Kehinaan. Ya begitu hina. Tapi berharap dimuliakan.

    Kamu salah. Dia salah. Mereka salah. Terus menyalahkan. Sekalipun tidak hati menyimpan kekotoran dan dendam yang tak terucap. Mungkin melihat senyuman pun terlihat begitu menjijikkan. Siapa yang salah? Apakah ada unsur aku?

Hiduplah wahai jiwa!

      Sungguh masih ada cinta antara kita. Hidupkanlah hati-hati kita. Saksikanlah kebenaran itu milik Allah. Maka kita bersama-sama untuk membangun keharmonisan. Lupakanlah pembenaran atas setiap tindakan yang kita lakukan. Bukan sebuah aib menyatakan kesalahan. Sudah cukup melihat pemandangan tentang kemunafikan. Saya salah. Nyatakan, kemudian tenang.

      Kemudian lahirlah jiwa-jiwa pemberani yang penuh dengan hawa keksatriaan dan menerjang kehidupan. Keluarlah dari kenyamanan. Dan sorotan mata pun bisa menjadi kekuatan. Kemudian jiwa terbang menembus keterbatasan. Ya kebersamaan dalam cinta tanpa keputusasaan. Maka kamilah yang ditakdirkan. Kamilah para pembela yang tak takut pada manusia. Kamilah jiwa-jiwa yang merdeka. Tak ada ketundukan pada manusia kecuali karenaNya. Kamilah dia yang akan hidup dalam ketenangan dan merebut kedamaian. Kamilah api yang takkan padam. Karena terbakar dia terbakar di hati-hati kami. Akan kami serahkan gelora ini pada generasi kami. takkan terpadamkan. Jiwa kami dingin seperti es. Tenang dan takkan tercairkan. Pribadi kami jauh tenggelam dalam kelautan hingga tak ada yang mampu menggapainya. Kesadaran kami luas bak angkasa hingga tak mampu ditidurkan. Kepala kami mendongak. Hati kami hidup. Jiwa kami tersadar.
#CoretanMalam
#PercikanCahaya

Miqdad Ramadhan | 18 Agustus 2014

0 comments:

Post a Comment